Ke Batu Ampar!

Sekitar jam 7 pagi, tepatnya setelah menyantap makan pagi, aku, papa, mama, dan soi cek (paman) pergi ke Batu Ampar. Kami memulai perjalanan dengan masuk ke mobil dan segera berangkat ke Rasau. Rasau adalah daerah yang dekat dengan bandara Supadio. Kami ke sana untuk pergi ke pelabuhan sepitnya. Sepit tuh kayak sejenis kapal tapi bentuknya lebih kecil. Terus cepat banget jalannya!

Kami telah sampai di Rasau. Cuaca waktu itu panas banget. Kami segera pergi ke ujung pelabuhannya dan menunggu sepitnya datang. Tak lama, sepit pun datang. Aku agak kesusahan untuk masuk ke sepit. Kami harus manjat dulu. Gak cuma manjat loh... Kami juga harus melewati kapal-kapal yang sudah singgah duluan di dermaga. Kulihat beberapa orang yang dengan gesit meloncati kapal, dari satu kapal ke kapal yang lainnya. Dengan susah payah, aku akhirnya dapat masuk ke sepit.

Supir sepit segera menutup sepit menggunakan kap agar kami tidak kepanasan. Segera, ia membelokkan setirnya dan segera menjalankan sepitnya dengan cepat yang membuat rambut kami berantakan. Bahkan, rambut papa yang sudah pakai gel rambut langsung mengembang dan berdiri.

Di perjalanan, papa dan mama bergantian menjelaskan tentang pohon-pohon yang ada di tepian sungai. Kebanyakan kami melihat pohon bakau, ituloh yang ada akar di atas tanah. Kemudian ada juga pohon sagu yang mirip dengan pohon kelapa, namun lebih pendek, banyak juga pohon lainnya.

Waktu kami sudah di muara sungai, banyak gelombang yang menghantam sepit kami. Untung saja, pengemudi sepit sangat handal. Sehingga, kami tidak terlalu terguncang-guncang. Dengan hembusan angin yang sangat kuat, aku pun perlahan-lahan tertidur.

Aku dibangunkan mama ketika ada banyak kayu-kayu untuk menangkap ikan. Aku melihatnya dengan seksama. Telah terlihat di depanku ada satu pulau dengan banyak sekali rumah di sekitarnya. Kata mama, itu adalah Batu Ampar.

Kami segera turun dari sepit. Aku segera melihat ke sekitar. Kurasa jalan itu hanya dapat diakses oleh pejalan kaki dan kendaraan beroda dua. Mungkin jalan tersebut juga cukup berbahaya bagi kendaraan beroda empat karena jalan setapak tersebut masih terbuat dari kayu.

Kami pergi ke satu toko dan bertemu dengan keluarga papa. Kami pergi makan terlebih dahulu. Kemudian, kami pergi ke tempat soi lau sim (istri dari adik kakekku). Aku diantar oleh sepupuku (gak tau juga sih. Kata papa sih dua kali sepupu).
Umurnya sama denganku. Bedanya, dia bisa naik motor. Heheh...

Kami menyusuri jalan Batu Ampar yang tergolong kecil dibandingkan jalan di Pontianak. Namun, setelah masuk agak dalam, jalan berubah menjadi semen. Kami akhirnya sampai ke rumah soi lau sim. Mama sibuk bercengkrama dengan keluargaku. Sedangkan aku? Aku hanya sibuk membaca novel.

Kami pun berpindah tempat ke rumah dua kali sepupuku. Aku diajak untuk pergi bermain skateboard. Hanya saja, mungkin karena aku kurang bisa berbicara dengan bahasa Melayu, dan kata-kata mereka agak-agak kasar, aku pun menjadi agak kurang cocok dengan mereka yang menyebabkan aku memilih untuk melanjutkan novel.

Papa dan soi cek yang pergi ke rumah walet akhirnya kembali dan kami telah disuguhkan berbagai makanan, tepatnya seafood yang berupa udang dan kepiting. Kami pun segera menyantap makanan dengan lahap.

Karena kami sudah ditunggu sepit, kami segera beranjak dan pergi ke pelabuhannya. Sebenarnya, itu juga bukan disebut pelabuhan sih, itu cuma tempat untuk turun dan masuk ke sepit.

Kami pun masuk ke sepit dan menikmati jalannya sepit sambil menikmati angin sore yang berhembus dengan kencang. Karena kap sepit tidak ditutup, kami bisa menikmati angin sepuasnya. Namun, tak lama, hujan pun datang.

Dengan kesusahan, pengemudi sepit segera membelokkan setirnya dan menghindari ombak dengan susah payah. Badannya aja sampai membungkuk untuk melihat ke kaca sepit yang tak terlalu jelas karena terkena air hujan. Maklum saja, kaca sepit tidak ada wiper seperti kaca mobil. Sepit pun berguncang dengan hebat terkena ombak beserta hujan.

Akhirnya, hujan sudah agak reda. Kami meminta supir untuk membuka kap sepit. Namun, hujan gerimis masih menerpa kami dan kami tetap melanjutkan perjalanan. Kami kembali menutup kap sepit karena baju kami sudah basah semua. Ketika kami sudah melewat laut, hujan sudah reda dan ombak sudah mereda. Kami membuka kap sepit lagi.

Kami menikmati angin dan akhirnya sepit berbelok ke kampung yang bernama kampung baru. Ya, pemandangan yang baru untukku. Banyak sekali orang-orang di tepi sungai yang sibuk mencuci baju sambil melihat anak-anaknya yang mandi. Namun sayangnya, di sungai banyak banget ganggang-ganggang yang tak dibersihkan. Ganggang tersebut membuat Motor sepit kami tersangkut olehnya. Sepit terpaksa berhenti beberapa kali untuk menyingkirkan ganggang yang tersangkut.

Setelah melewati kampung baru, tak jauh dari sana, kami berhenti lagi untuk membeli bensin campur dan aku juga ikut turun ke toko untuk numpang toilet. Setelah selesai, kami lanjut lagi untuk pulang ke Rasau.

Dari sepit, kami dapat melihat sunset, ya, matahari terbenam yang membuat langit menjadi keunguan yang sangat indah. Kadang juga kami dapat melihat beberapa monyet bergelantungan di pohon yang tak berdaun. Kadang juga ada bangau yang berterbangan pulang ke kelompoknya.

Tak lama, setelah langit menjadi gelap, kami sampai ke Rasau dan segera pulang ke rumah.

Fotonya menyusul ya...

Komentar

Postingan Populer